Manusia dasarnya hidup sendiri,
yang punya ego atas ambisi dengan titik akhir tujuan,
yang punya rasa atas empati dengan simpati sebagai bayangan,
yang punya bahagia atas pilihan bukan validasi, yang punya keceewa atas ekspektasi.
Perjalanan membawa kita menelaah bagaimana semua permasalahan dicari jalan keluar untuk membawa diri kepada permasalahan selanjutnya.
Kita berdasar mempunyai intuisi dan logika, namun atas konstruksi budaya dan sosial yang berbeda, membawa kita pada pertemuan. Perspektif muncul sebagai dasar perbedaan persepsi. Tidak ada yang bisa disalahkan, apalagi mencari pembenaran.
Jika salah masih didenialkan, bukan saatnya lagi arogan menjadi garda terdepan untuk menjadi yang paling jantan. Kita semua punya emosi, kita semua punya pikiran, mengakui kesalahan dan meminta maaf bukan menjadi hal yang berat ketika semua bertolak belakang dengan apa yang kita pandang.
Serakah untuk arogan, hanya untuk memisahkan dirimu dari sosial.
Bukan untuk menjadi terkuat, tapi yang terkuak adalah semua kerasahan orang-orang sekitar.
Tak apa mengalah, bukan berarti kalah kan?
Kalau bukan saatnya menang, mengapa harus memaksa?
Kalau memang saatnya sedih, mengapa harus terlihat bahagia?
Semua punya ruang,
tak perlu denial atas emosi sendiri,
rasakan dan pahami,
muak dan kembali ke titik awal.
Bangkit.
Kita punya konsep dasar intuisi dan logika. Satu sisi akan selalu menjadi dominan, tapi jangan pernah lupakan sisi yang lain.
Kita manusia. Empati dan akal, terus mengarungi hidup. Camkanlah kawan, semua punya alasan mengapa diberikan untukmu atau untukku dan tulisan ini kenapa akhirnya dibuat.