Legowo

Hal yang susah untuk diterapkan karena terpaan ego masih menyelimuti diri dan bermain dengan eloknya mengganggu pikiran sedemikian rupanya. Egois, bukan sesuatu hal yang salah, dalam hidup egois rasa perlu untuk menjadi dominan untuk menyelamatkan diri sendiri tapi pertikaian sosial yang terus mengitari realita.
            
            Menerima, bukan suatu hal yang mudah dilakukan termasuk untuk saya sendiri. Tapi, perjalanan untuk menaklukan ego agar bisa terkontrol dengan baik menjadi sesuatu yang bisa membanggakan diri sendiri. Hal-hal yang tak bisa terucap, terwakili, termaafkan, yang hal-hal yang terlalu lainnya. Menerima akan selalu berkecamuk dengan kepala, selalu berlawanan dengan logika namun mereka nyata adanya untuk diterima. 
            
            Memberi adalah suatu hal yang mudah, namun untuk menerima apakah kita sudah sepatutnya bangga akan diri kita sendiri?

            Diksi lainnya adalah ikhlas.

            Mungkin mantra yang sampai saat ini masih saya pegang untuk belajar menerima sesuatunya adalah “Everything happens for a reason.” Iya, segala sesuatunya pasti akan membawa sebuah alasan untuk hidup. Pertemuan, waktu, singgah, kepergian, hilang, memulai kembali dan mengakhiri. 

            Bukan ranah kita sebagai manusia untuk mencari alasan tersebut. Tuhan punya waktu, dan waktu itu yang akan menjawab semua dengan semesta sebagai algojo untuk memberi tahu. Jangan menunggu apalagi mencari, tapi terus berjuang dengan semestinya. Diri sendiri yang tau akan dirinya, tak ada individu lain yang bisa menggapai suatu rasa seperti diri sendiri apa yang dirasa. 

            Waktu akan menjawab semua pertanyaan kita.
            
            Jangan pernah lelah dengan konflik, termasuk konflik pada diri sendiri.

            Karna momentum itu yang akan memberi sebuah petunjuk pada diri untuk maju, berhenti atau mundur.

            Yang pasti, jangan pernah berhenti berjalan.