Berguna, bukan baik atau jahat.


            Sebelumnya saya ingin bercerita tentang highlight pada tahun kemarin, 2018. 3 kata yang menggambarkan tahun tersebut, Hilang, Kecewa, dan Manusia. Bulan-bulan akhir pada tahun kemarin dimana saya jatuh pada titik yang terdalam alasannya karena saya banyak mengecewakan orang-orang penting yang saya sebut sebagai akar saya, karena mereka adalah alasan saya untuk berproses dalam beberapa tahun kebelakang, namun saya mengecewakan mereka lalu terlalu banyak menyalahkan diri atas kepergian mereka. Namun, tidak ada hal yang sia-sia kan? Mereka pergi dengan alasan saya harus memahami diri saya sendiri. Begitulah menjadi manusia, selalu belajar dari manusianya.

            Tuhan memang selalu memainkan realita dengan logika yang diluar batas, Ia terlalu gila memainkan realita hidup ini, disaat saya terlalu banyak menyalahkan diri saya sendiri atas kepergian mereka, sejenak saya berdiskusi dengan alter ego yang ada dalam diri;

“Kenapa mereka pergi? Kenapa mereka kecewa? Kenapa mereka menghilang? Kenapa saya terlalu bodoh mengambil pilihan? Kenapa? Kenapa? Kenapa Tuhan?”

Sejenak saya beristirahat dengan semua emosi marah, kecewa pada diri sendiri, meremehkan diri sendiri. Ada sesuatu yang datang, itu bukan datang dari diri, bukan serpihan alter ego yang selama ini berdiskusi, ia hanya duduk sebentar lalu pergi dengan senyumannya, ia hanya berkata;

“Jangan tanya kenapa, karena jawabannya pasti pertanyaan lagi yang muncul. Coba untuk tanya bagaimana, yang muncul pasti jawaban untuk bergerak.”

Saya terdiam, semua dalam diri tenang dan saling menatap satu sama lain. Saya kembali menelaah kata-kata itu, hanya mengucap syukur pada semesta dan segala medium yang Ia berikan. Berkah-Nya memang selalu hadir lewat banyak medium yang Ia buat pada dunia ini. Semua yang ada pada diri kembali merangkul satu sama lain, untuk menjadi yang lebih berguna.

            Menjadi berguna bukan dilihat dari bagaimana kita memiliki nilai baik dan buruk, tapi bagaimana cara kita menjadi berguna bagi banyak orang termasuk kondisi sosial yang kita masuki sekarang. Nilai-nilai baik dan buruk dalam konstruksi yang dibuat oleh sosial, membuat sebuah batasan untuk bergerak, dimana asumsi sosial menjadi hal yang teramat penting disini, dimana penghakiman sosial menjadi hal yang penting atas bergeraknya diri. Konstruksi ini membuat sebuah tempurung, isi dalam tempurung tersebut adalah mereka yang di kategorikan sebagai “orang baik” dan diluar dari tempurung tersebut adalah “orang jahat” atas dasar bentuk nilai-nilai yang selama ini dikonstruksikan. 
            
            Untuk menjadi berguna, apakah nilai-nilai baik dan buruk ini penting? Buat saya konstruksi sosial hanyalah persetan. Mereka yang berada tempurung belum tentu menjadi berguna dan hanya mementingkan kepentingan pribadi, untuk yang diluar dimana mereka di kategorikan sebagai “orang jahat” karena tidak sesuai dengan nilai-nilai konstruksi sosial, mereka malah bisa menjadi berguna untuk orang lain, mereka menjadi batu loncatan orang lain dalam berproses menjadi manusia. 


Konstruksi sosial hanya melihat dari luar,
Melihat bagaimana semua dipandang sama,
Yang berbeda dilepas, dibuang, dijatuhkan.

Di dalam tempurung mereka tertawa melihat perbedaan manusia,
Di luar tempurung mereka tertawa melihat persamaan manusia.

Jujur bukan lagi nilai yang dijunjung, 
Tapi aman atas dasar tuntutan yang selalu dijunjung.

            
            Manusia dilahirkan berbeda, untuk saling berdiskusi, memahami, mengajarkan satu sama lain untuk menjadi manusia seutuhnya. Menjadi manusia mediumnya adalah manusia, menjadi manusia, belajarlah dari manusianya. Sosial memang akan selalu menghakimi nilai baik dan buruk terhadap diri, tapi apakah kita nyaman dalam tuntutan itu? Atau hanya sekadar aman agar asumsi negatif tidak muncul? 

            Persetan dengan segala tuntutan dan penghakiman sosial tentang nilai baik dan buruk. Menjadi berguna, lahir dari intuisi terdalam diri untuk bergerak tanpa merugikan atau menyakiti orang lain, walaupun pasti akan terjadi dengan ketidak sengajaan. Menjadi berguna, bukan lagi tentang menjadi baik atau menjadi jahat, asumsi sosial memang tidak bisa dielakkan, namun bermain aman tapi hati tidak nyaman? Jujur adalah solusinya, menjadi jujur dengan cara, bagaimana diri menunjukkan sifat dan bersikap kepada manusia, adalah salah satu menghargai diri sendiri.


Mari menghargai diri sendiri, sebelum menghargai orang lain.
Mari mencintai diri sendiri, sebelum mencintai orang lain.
Mari jujur terhadap diri sendiri, sebelum jujur terhadap orang lain.


salam dari manusia-Nya,